Sabtu, 29 Desember 2012

mengeluh

Syuraih al-Qadhi: “Sungguh, kala sebuah musibah menderaku, aku selalu memuji Allah sebanyak empat kali: Pertama, aku memuji-Nya karena musibah yang hadir tidaklah lebih besar dari itu. Kedua, Aku memuji-Nya karena ia telah menganugrahkan kesabaran padaku untuk menghadapinya. Ketiga, aku memuji-Nya karena ia memberiku taufiq untuk mengembalikan semua pada-Nya dengan harapan pahala dari-Nya. Keempat, aku memuji-Nya karena musibah itu tidak menimpa dan merusak agamaku”. 
***
Hmm, masalah keluh mengeluh ini, ada sebuah hikmah dari seorang Ulama, Yunus bin Ubaid… 
Suatu hari, seorang lelaki datang menemuinya. Ia datang membawa begitu banyak keluhan hidup. “Hidupku susah sekali…”. Ujarnya. “Entahlah, aku harus berbuat apa. Hidupku benar-benar terhimpit kesusahan. Dunia bagiku begitu sempit. Ah, aku tidak tahu harus berbuat apa lagi…Duhai, mengapa ini semua terjadi padaku…”. Begitulah ia seperti tidak akan berhenti menyampaikan semua keluhannya.
Yunus bin ‘Ubaid menarih napas panjang. “Maafkan aku saudara, bolehkah aku bertanya padamu?”. Ujarnya.
“Oh, silahkan tuan, silahkan…”.
“Bagaimana jika kedua matamu itu diganti dengan 1000 dinar emas? Sudikah engkau?” Tanya Yunus.
“Apa?? Tidak mungkin, tuan. Bagaimana mungkin aku berani mengganti mataku ini hanya dengan 1000 dinar emas??!
“Bagaimana dengan kedua telinganmu”, tambah Yunus.
“Ah, mustahil, tuan. Bagaimana aku akan mendengar nanti??”
“Kalau begitu lisanmu sajalah”.
“Tidak tuan, Apakah anda ingin saya bisu hanya karena uang 1000 dinar emas??!
Begitulah, Yunus bin Ubaid terus mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Hingga akhirnya beliau menimpali, “Lihatlah saudaraku, kusaksikan begitu banyak nikmat Allah padamu. Lalu mengapa engkau harus mengeluh hingga seolah-olah tidak lagi ada harapan untuk hidup?!”
Laki-laki itu tersipu. Lalu pamit meninggalkan Yunus bin ‘Ubaid. Zuhair bin Nu’man: “Kemuliaan itu tak akan teraih kecuali dengan dua hal: kesabaran dan keyakinan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar