Sebagaimana diungkapkan oleh Stephen R Covey dalam Seven Habitkarangannya, kekuatan paradigma adalah hal utama yang menjadi fondasi dasar bagi perubahan seseorang. Begitu pula dalam agama Islam yang telah ada kurang lebih empat belas abad silam. Pada awal masa diutusnya Muhammad saw sebagai rasul, Allah menitikberatkan penyampaian masalahnya pada keimanan atau akidah.
Hal ini tidak lain karena akidah yang kuat akan menjadikan Islam sebagai agama yang kokoh. Sebagai orang yang mengaku beriman, tentunya ia akan melakukan segala perintah Allah, sebagaimana firman Tuhan dalam QS Al-Qaf 50:15 bahwa salah satu ciri orang beriman adalah mereka tidak ragu berjihad di jalan Allah baik dengan harta maupun jiwa.
Menurut catatan sejarah, Abu Jahal dan Abu Lahab adalah dua orang penentang utama dakwah Rasulullah. Tetapi mereka ternyata begitu mengagumi ayat-ayat Alquran sehingga pada suatu waktu mereka saling memergoki ketika bersembunyi-sembunyi mendengar sahabat membaca Alquran.
Kisah tersebut memperlihatkan betapa mereka yang masih kafir sebenarnya meyakini bahwa Islam adalah agama yang benar. Namun sebagaimana kisah lainnya ketika Rasul menawarkan kepada pembesar-pembesar Quraisy untuk bersyahadat, mereka menanggapi bahwa konsekuensi dari bersyahadat itu sungguh besar. Mereka mengatakan bahwa ''Romawi dan Parsi pun akan hancur bila menanggung dua kalimat syahadat tersebut.''
Kisah Bilal bin Rabah juga membuktikan hal yang sama. Saat menjadi budak, ia rela dijemur tiap hari di tengah terik matahari dengan kedua tangan dan kaki terikat, semata-mata hanya karena dia bertahan pada akidahnya. Juga pada Sumayah RA, ibu Amar bin Yasir. Tusukan tombak dari kemaluan sampai ke tenggorokan yang dialaminya menyertainya menjadi syahid fisabilillah. Kita semua pun tahu itu dilakukan untuk mempertahankan akidah.
Hasil dari penanaman akidah yang kuat tersebut ternyata bisa kita lihat bersama. Generasi-generasi awal hasil didikan Rasulullah saw adalah generasi yang berkualitas. Pengaruhnya adalah perubahan yang terjadi pada masyarakat Arab ketika itu sangat besar. Dari yang semula hina dina menjadi mulia, dan yang sebelumnya pecah belah menjadi suatu persatuan yang kokoh. Sekali lagi hal tersebut bisa ditempuh dengan pengorbanan yang tidak kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar