-------------
apakah orang yang bersyahadat tapi tidak melaksanakan
syariat , sholat, zakat, haji, dll masih dsbt islam?shg memperoleh hak2nya spt
kalau meninggal di sholatkan, mohon di jelaskan, bgmn kalau hal itu terjadi
karena kondisi seperti tinggal di negri kafir, atau di negri muslim.
-------------
Jawab:
-------------
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa
ba’d.
Syarat masuk islamnya seseorang adalah mengucapkan syahadat
yaitu kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad SAW
adalah utusan-Nya.
Kalau kesaksian itu dilakukan dengan jujur dan lubuk hati
yang paling dalam, maka syah sudah keislaman seseorang. Selebihnya, dia wajib
menerima dan mengakui semua kewajiban yang Allah Subhanahu Wata`ala bebankan.
Pertama, kewajiban shalat 5 waktu. Kedua, kewajiban untuk
membayar zakat. Berikutnya adalah kewajiban puasa bulan Ramadhan dan pergi haji
bila mampu.
Keempat perkara ini wajib diterima dan diakui sebagai fardhu
/ kewajiban dirinya sebagai seorang muslim. Mengingkari kewajiban keempat hal
ini jelas membatalkan syahadat yang telah dilakukan.
Namun para ulama pun membedakan antara orang yang
mengingkari kewajiban dengan tidak mengerjakannya namun masih meyakini
kewajiban itu. Misalnya adalah seorang muslim yang shalatnya jarang-jarang.
Selama dia masih mengakui kewajiban shalat itu, maka dia tidak bisa dikatakan
sebagai kafir atau murtad. Sebab mungkin saja dia malas, lalai atau punya sebab
lainnya. Tentu kalau tidak shalat maka dia berdosa besar, namun belum sampai
membuatnya berubah status menjadi kafir.
Demikian juga zakat, ketika ada orang yang tidak mau bayar
zakat karena berlaku curang dalam penghitungannya, maka orang ini berdosa
besar. Namun selama dia tidak mengingkari kewajiban itu, dia belum divonis
kafir. Kecuali bila secara tegas dia mengingkari adanya kewajiban zakat, maka
hakim secara resmi berhak menjatuhkan vonis kafir kepadanya. Sebagaimana dahulu
Abu Bakar ketika menjadi khalifah memutuskan bahwa kaum yang mengingkar
kewajiban zakat sebagai kafir dan langsung diperangi serta halal darahnya.
Disini yang perlu diperhatikan adalah ketegasan perbedaan
antara tidak melakukan sebuah kewajiban dengan mengingkari eksistensi
kewajibannya itu sendiri. Ini adalah dua hal yang berbeda secara nyata.
Vonis Kafir
Lalu bila seseorang memang nyata-nyata mengingkari kewajiban
rukun Islam itu, atau satu ayat saja dari ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem atau
sunnah nabawiyah yang shahihah, maka untuk menjatuhkan vonis kafir baginya
haruslah melalui prosedur mahkamah syar`iyah.
Disitu nanti hakim akan memanggil yang bersangkutan untuk
diwawancarai dan dikonfirmasi penyelewengan aqidahnya. Bila memang secara nyata
dia mengakui telah ingkar kepada semua kewajiban itu, maka kepadanya dilakukan
istitabah, yaitu diberi waktu untuk bertobat beberapa waktu. Ini adalah
kesempatan kepadanya untuk berpikir ulang atas penyelewangan pemahamannya itu.
Bila masa yang diberikan telah lewat dan dia tetap kokoh
pada keingkarannya, jatuhlah vonis kafir dan saat itu dia dianggap murtad. Maka
halal darahnya secara hukum karena itu dia bisa dijatuhi hukuman mati. Ini
adalah ketegasan hukum Islam kepada orang yang telah menyatakan syahadat tapi
ingkar kepada rukun Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena tiga alasan
: Orang yang berzina, orang yang membunuh dan orang yang murtad yang lari dari
jamaah”.
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Orang
yang menyalahi agamanya dengan agama Islam (murtad), maka penggallah lehernya.
(HR At-Thabarani)
Dari Jabir ra bahwa seorang wanita bernama Ummu Marwan telah
murtad, maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk menawarkan kembali Islam
kepadanya, bila dia tobat maka diampuni tapi bila menolak maka wajib dibunuh.
Ternyata dia menolak kembali ke Islam maka dibunuhlah wanita itu. (HR.
Ad-Daruquthuny dan Al-Baihaqi).
Selain itu ada pesan Rasulullah SAW kepada Mu’az bin Jabal
sebelum berangkat ke Yaman
Siapa pun laki-laki yang murtad dari Islam, maka mintalah
mereka untuk kembali. Bila mau menurut, maka bebas hukuman. Dan bila menolak,
maka penggallah leher mereka. Siapa pun wanita yang murtad dari Islam, maka
mintalah mereka untuk kembali. Bila mau menurut, maka bebas hukuman. Dan bila
mereka menolak maka penggallah leher mereka.
Demikian juga praktek yang dilakukan oleh Abu Bakar
As-Shiddiq ra. Ketika beliau mendengar ada kelompok masyarakat arab yang ingkar
tidak mau membayar zakat serta murtad, maka Abu Bakar As-Shiddiq ra menyatakan
perang terhadap mereka. Ini adalah keputusan yang beliau ambil secara yakin
meski pada dasarnya perangai beliau lembut, ramah dan penyayang. Namun karena
memang demikianlah ketentuan Allah SWT terhadap para pembangkan, maka apa boleh
buat, syariat harus ditegakkan. Apa yang dilakukan oleh beliu juga didukung
oleh seluruh lapisan shahabat Rasulullah SAW radhiyallaahu ‘anhum. Sehingga
hukuman mati buat orang murtad merupakan ijma’ seluruh umat Islam saat itu.
Al-Baihaqi dan Ad-Daruquthuny meriwayatkan bahwa Abu Bakar
ra meminta seorang wanita bernama Ummu Qurfah untuk kembali dari kemurtadannya
(istitabah) dimana sebelumnya telah kafir dari keislamannya, namun wanita itu
menolak, maka beliau membunuhnya.
Hal yang juga tidak boleh dilupakan adalah bahwa syariat
Islam tidak terlalu mudah untuk langsung memenggal kepada orang yang murtad.
Harus ada proses istitabah, yaitu proses dimana hakim memintanya untuk kembali
dari kemurtadannya selama masa waktu tertentu. Juga sekalian diancam hukuman
mati agar segera berpikir ulang atas tindakannya. Selain itu bisa jadi seolah
seseorang itu murtad dari Islam, namun setelah diklarifikasi, ternyata
tindakannya tidak sampai mengeluarkannya dari agama Islam.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar