Assalamu'alaikum wr wb.
Ustadz yang saya hormati, saya masih bingung bagaimana sesungguhnya islam memposisikan akal terhadap syariat,apakah diperbolehkan dlm islam meninggalkan syariat ketika ada syariat yang tdk dapat diterima secara logika, hal ini banyak saya temui pd ijtihad ulama sekarang yang cendrung didominasi oleh pemikiran akal bukan dari syariat,lalu apakah ketika ada ketetapan syariat yang bersifat opsional kita diperbolehkan memilih yang terringan. Jazakallah khairan atas seluruh jawaban yang diberikan.
Wassalamu'alaikum wr.wb
-------------
Jawaban:
-------------
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillahi rabbil `alamin, washshalatu wassalamu `ala sayyidil mursalin, wa ba`du,
Akal itu sangat dihargai dalam hukum syariat, yaitu sebagai sebuah sistem dalam rangka memahami maksud Allah SWT dan Rasulullah SAW yang tertuang di dalam Al-Quran Al-Kariem dan As-Sunnah. Tanpa logika berpikir yang benar, syariat Islam tidak bisa dilaksanakan dengan baik.
Maka kita tidak bisa membuat dikhotomi antara syariah dengan akal, sebab tidak mungkin ada syariah kalau tidak dipahami dengan akal. Syariah dan akal adalah bagian yang tidak terpisahkan.
Demikian juga dengan akal, tidak mungkin bisa memberikan manfaat apapun tanpa dasar-dasar sumber hukum dari syariah. Manusia tidak mungkin dengan akalnya bisa menciptakan sistem kehidupan yang baik tanpa diberikan wayhu berupa syariat. Akal tanpa syariah adalah sebuah ketersesatan.
Peran dan fungsi akal bukan untuk menyaingi Al-Quran Al-Kariem dan Sunnah. Sehingga bila ada dalil yang dianggap tidak sesuai akal, bukan berarti akal yang harus dimenangkan dan dalil itu ditinggalkan. Justru akal itu harus digunakan untuk memahami dalil tersebut dengan baik, cermat, kritis dan logis. Dan tentu saja tanpa meninggalkan esensi dari dalil tersebut.
Ruang lingkup akal sendiri sebenarnya sangat luas. Bahkan banyak di dalamnya yang masih sangat nisbi. Paling tidak, tidak semua yang dikatakan logis itu pasti eksak. Sehingga bila kita mengatakan bahwa ada syariat yang bertentangan dengan akal, maka yang harus dipastikan adalah : akal yang mana ? atau logika yang mana ? Dan apa standar yang digunakan oleh sebuah logika sehingga menghasilkan kesimpulan yang berbeda dengan syariat ? Maka akal tidak bisa dijadikan standar kebenaran bila tidak didampingin syariah.
Sedangkan di sisi lain, antara dalil nash dengan hukum syariat punya hubungan yang khusus. Ada sekian banyak dalil, baik dari Al-Quran Al-Kariem maupun dari sunnah. Namun setiap dalil ini masih butuh untuk diuraikan secara sistematis sehingga menghasilkan produk akhir dari syariah, yaitu berupa kesimpulan hukum tiap permasalahan.
Maka bisa saja ada sebuah dalil yang isinya bertentangan dengan hukum syariah, lantaran dalil ini dianggap menyendiri dibandingkan dalil lain yang berbeda isinya, atau karena dalil ini kurang kuat sanadnya, atau karena dalil ini tidak ada konsiderannya secara langsung permasalahan yang dibicarakan. Untuk sampai kepada kesimpulan yang baik, dibutuhkan peran akal dalam melakukan pertimbangan, memilih dan menentukan hasil akhir dari sekian banyak dalil yang bertebaran. Dalil tanpa dipahami dengan metodologi yang menggunakan akal tidak akan seimbang.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar