Seorang Muslim dengan pengakuan-nya sebagai pemeluk agama Islam mestinya segala segi kehidupannya terikat oleh tuntunan kitab Rabbnya dan sunnah Rasulnya. Dia tidak boleh melampaui tuntunan yang telah digariskan Allah dan Rasul-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Dan tidak patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak pula bagi perempuan yang mu'minah, apabila Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dari urusan mereka." (Al-Ahzab: 36)
"Dan apa yang telah dibawa oleh Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkan-lah." (Al-Hasyr: 7)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda, artinya: "Tidak (sempurna) iman seorang di antara kamu sehingga keinginannya mengikuti apa yang aku bawa." (Hadits Shahih sebagaimana yang dikatakan An-Nawawi dalam Al-Arba'in)
Maka dari itu, seorang Muslim wajib melaksanakan tuntunan fithroh yang telah digariskan Allah melalui lisan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wasalam :
"Lima hal termasuk bagian fitroh, yaitu khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), memotong kuku, mencabuti rambut ketiak dan memotong kumis." (HR. Al-Bukhari Muslim)
Sabdanya pula: "Sepuluh hal termasuk bagian fitroh: Memotong kumis, membiarkan jenggot (panjang), siwak, istinsyaq, memotong kuku, mencuci sela lipatan jari, mencabuti rambut ketiak, mencukur rambut di sekitar kemaluan, dan istinja", seorang perowi berkata: "Saya lupa yang kese-puluh, mungkin kumur-kumur". (HR. Muslim)
Dari kedua hadits itu, kita bisa menjabarkan sebagai berikut:
- Memotong kumis
Banyak hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam yang memerintahkan agar setiap muslim memotong kumis yang mengulur pada bibirnya.
"Dan potonglah kumis-kumis itu." (HR. Bukhari Muslim)
Ada beberapa riwayat lain yang kesemuanya menggunakan fi'il amr (perintah) dengan lafazh yang berbeda namun maknanya sama.
Dalam hadits shahih Riwayat At-Tirmidzi disebutkan, artinya: "Barangsiapa yang tidak memotong kumisnya, maka dia bukan termasuk dari (golongan) kami."
Ibnu Hazm Radhiallaahu anhu berkata: "Ada ijma' yang menetapkan bahwa memotong kumis dan membiarkan jenggot (panjang) adalah fardhu." (Tahrim Halq AlIiha: 7)
"Dan potonglah kumis-kumis itu." (HR. Bukhari Muslim)
Ada beberapa riwayat lain yang kesemuanya menggunakan fi'il amr (perintah) dengan lafazh yang berbeda namun maknanya sama.
Dalam hadits shahih Riwayat At-Tirmidzi disebutkan, artinya: "Barangsiapa yang tidak memotong kumisnya, maka dia bukan termasuk dari (golongan) kami."
Ibnu Hazm Radhiallaahu anhu berkata: "Ada ijma' yang menetapkan bahwa memotong kumis dan membiarkan jenggot (panjang) adalah fardhu." (Tahrim Halq AlIiha: 7)
- Membiarkan jenggot panjang
Jenggot adalah rambut yagn tumbuh di kedua pipi dan dagu (Tahrim Halq AlIiha: 5)
Banyak hadits yang mewajibkan seorang muslim membiarkan jenggot-nya panjang tanpa sedikitpun memo-tongnya apalagi mencukurnya sampai bersih, di antaranyaRasul Shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Maka biarkanlah jenggot-jenggot itu." (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadits lain disebutkan, artinya: "Kami diperintahkan untuk memotong kumis dan membiarkan jenggot." (HR. Muslim)
Syaikul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Mencukur jenggot adalah haram."
Al-Qurthubi berkata: "Tidak boleh mencukur jenggot, mencabuti dan juga memotongnya."
Ibnu Hazm meriwayatkan ijma bahwa memotong kumis dan membiarkan jenggot adalah fardhu. (Tahrim Halq AlIiha, Abdurrahman Ala'shimi Al Hambali: 7)
Jenggot adalah perhiasan laki-laki yang merupakan lambang kesempurnaan. Ini membedakan laki-laki dan perempuan. Mencabutinya di awal pertumbuhan merupakan kemungkaran-yang besar. An-Nawawi dan Al Ghazali berkata: "Umar bin Khaththab, Ibnu Laila, Umar bin Abdul Aziz menolak kesaksian orang yang mencukur atau mencabuti jenggotnya."
Tapi jika kita melihat umat Islam zaman sekarang, mereka cenderung melakukan sebaliknya. Mereka mencukur jenggot dan membiarkan kumis menjulur ke bibirnya. Sungguh mengherankan.
Banyak hadits yang mewajibkan seorang muslim membiarkan jenggot-nya panjang tanpa sedikitpun memo-tongnya apalagi mencukurnya sampai bersih, di antaranyaRasul Shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Maka biarkanlah jenggot-jenggot itu." (HR. Bukhari Muslim).
Dalam hadits lain disebutkan, artinya: "Kami diperintahkan untuk memotong kumis dan membiarkan jenggot." (HR. Muslim)
Syaikul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Mencukur jenggot adalah haram."
Al-Qurthubi berkata: "Tidak boleh mencukur jenggot, mencabuti dan juga memotongnya."
Ibnu Hazm meriwayatkan ijma bahwa memotong kumis dan membiarkan jenggot adalah fardhu. (Tahrim Halq AlIiha, Abdurrahman Ala'shimi Al Hambali: 7)
Jenggot adalah perhiasan laki-laki yang merupakan lambang kesempurnaan. Ini membedakan laki-laki dan perempuan. Mencabutinya di awal pertumbuhan merupakan kemungkaran-yang besar. An-Nawawi dan Al Ghazali berkata: "Umar bin Khaththab, Ibnu Laila, Umar bin Abdul Aziz menolak kesaksian orang yang mencukur atau mencabuti jenggotnya."
Tapi jika kita melihat umat Islam zaman sekarang, mereka cenderung melakukan sebaliknya. Mereka mencukur jenggot dan membiarkan kumis menjulur ke bibirnya. Sungguh mengherankan.
- Khitan
Khitan laki-laki adalah memotong semua qulfah (kulit) yang menutupi ujung dzakar, sedangkan wanita adalah memotong bagian kulit yang menonjol (ke atas) farjinya saja.
Khitan merupakan sunnah Nabi Ibrahim. Nabi Shallallahu alaihi wasalam bersabda, artinya: "Ibrahim Khalilur Rahman berkhitan setelah menginjak usia 80 tahun dan beliau berkhitan dengan kapak." (HR Al-Bukhari)
Berkhitan boleh setelah baligh. Ibnu Abbas ditanya: "Seusia siapa engkau tatkala Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam meninggal dunia?" Ibnu Abas berkata: "Saya pada waktu itu sudah dikhitan, dan orang-orang (jaman itu) tidak mengkhitan laki-laki hingga dia baligh." (HR. Al-Bukhari)
Di antara fungsi khitan bagi laki-laki adalah membuang tempat bersarangnya kotoran dan najis. Sedang bagi wanita adalah (di antaranya) untuk menstabilkan rangsangan syahwatnya. Jika dikhitan terlalu dalam bisa membuat dia tidak memiliki hasrat sama sekali, sebaliknya, jika kulit yang menonjol ke atas vaginannya (Klitoris) tidak dipotong bisa berbahaya, karena kalau tergesek atau tersentuh sesuatu dia cepat terangsang. Maka Rasul Shallallahu alaihi wasalam bersabda kepada tukang khitan wanita (Ummu A'Thiyyah), artinya: "Janganlah kau potong habis, karena (tidak dipotong habis) itu lebih menguntungkan bagi perempuan dan lebih disenangi suami." (HR. Abu Dawud)
Tidak di khitan bagi wanita merupakan salah satu pendorong dia menjadi lesbian, karena jika dia menggesekkan klitorisnya pada klitoris temannya, maka dia akan merasakan kenikmatan yang sangat. Maka dari itu Islam menyuruh agar menstabilkan syahwatnya dengan cara khitan. (Ahkamun Nisa': 13)
Khitan merupakan sunnah Nabi Ibrahim. Nabi Shallallahu alaihi wasalam bersabda, artinya: "Ibrahim Khalilur Rahman berkhitan setelah menginjak usia 80 tahun dan beliau berkhitan dengan kapak." (HR Al-Bukhari)
Berkhitan boleh setelah baligh. Ibnu Abbas ditanya: "Seusia siapa engkau tatkala Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam meninggal dunia?" Ibnu Abas berkata: "Saya pada waktu itu sudah dikhitan, dan orang-orang (jaman itu) tidak mengkhitan laki-laki hingga dia baligh." (HR. Al-Bukhari)
Di antara fungsi khitan bagi laki-laki adalah membuang tempat bersarangnya kotoran dan najis. Sedang bagi wanita adalah (di antaranya) untuk menstabilkan rangsangan syahwatnya. Jika dikhitan terlalu dalam bisa membuat dia tidak memiliki hasrat sama sekali, sebaliknya, jika kulit yang menonjol ke atas vaginannya (Klitoris) tidak dipotong bisa berbahaya, karena kalau tergesek atau tersentuh sesuatu dia cepat terangsang. Maka Rasul Shallallahu alaihi wasalam bersabda kepada tukang khitan wanita (Ummu A'Thiyyah), artinya: "Janganlah kau potong habis, karena (tidak dipotong habis) itu lebih menguntungkan bagi perempuan dan lebih disenangi suami." (HR. Abu Dawud)
Tidak di khitan bagi wanita merupakan salah satu pendorong dia menjadi lesbian, karena jika dia menggesekkan klitorisnya pada klitoris temannya, maka dia akan merasakan kenikmatan yang sangat. Maka dari itu Islam menyuruh agar menstabilkan syahwatnya dengan cara khitan. (Ahkamun Nisa': 13)
- Mencukur rambut yang ada di sekitar kemaluan
Istihdaad (memotong bulu yang ada di sekitar kemaluan) dianjurkan atas laki-laki dan perempuan, di kala rambut kemaluannya sudah panjang.
- Memotong kuku
Tidak pantas dan tidak layak bagi seorang muslim membiarkan kukunya panjang atau sengaja memeliharanya, karena yang biasa berkuku panjang adalah hewan. Apalagi kotoran dan kuman senang sekali bersarang di bawah kuku yang panjang.
- Mencabuti Bulu Ketiak
Sunnahnya dicabuti, tapi kalau tidak kuat (sakit), tidak apa menghilangkannya dengan cara lain, selama tidak ber-bahaya, baik di cukur, di bubuhi obat dll.
Nabi Shallallahu alaihi wasalam telah memberikan waktu empat puluh hari untuk jangka membiarkan kumis, rambut ketiak, dan rambut kemaluan tumbuh, tidak boleh membiarkannya lebih lama dari itu.
Anas Ibn Malik berkata: "Bagi kami diberi waktu dalam pemotongan kumis, kuku, pencabutan rambut ketiak dan pencukuran rambut kemaluan, agar kami tidak membiarkannya lebih dari empat puluh malam." (HR. Muslim)
Nabi Shallallahu alaihi wasalam telah memberikan waktu empat puluh hari untuk jangka membiarkan kumis, rambut ketiak, dan rambut kemaluan tumbuh, tidak boleh membiarkannya lebih lama dari itu.
Anas Ibn Malik berkata: "Bagi kami diberi waktu dalam pemotongan kumis, kuku, pencabutan rambut ketiak dan pencukuran rambut kemaluan, agar kami tidak membiarkannya lebih dari empat puluh malam." (HR. Muslim)
- Menggosok gigi/siwak
Mengosok gigi sangatlah dianjurkan, selain untuk kebersihan dan kesehatan, bersiwak juga mempunyai nilai ibadah yang sangat diridhai Allah. Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda, artinya: "Siwak itu mensuci-kan mulut dan (sumber) Keridhoan Ar-Rabb." (HR. Ahmad, An Nasai, Bukhari, secara ta'liq).
Setiap hendak shalat disunnahkan menggosok gigi (bersiwak). Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda, artinya: "Seandainya saya tidak memberatkan umat saya, tentu saya menyuruh mereka bersiwak setiap hendak shalat." (HR. Bukhari Muslim)
Karena takut memberatkan, beliau tidak mewajibkannya, tapi hanya mensunnahkan saja, begitu juga setiap hendak wudhu, sebagaimana sabdanya, artinya: "Seandainya saya tidak membe-ratkan umat saya, tentu saya memerin-tahkan mereka bersiwak (pada setiap wudhu)." (HR. Ahmad, An-Nasai, Al-Bukhari Taliqon, dan di shahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
Begitu juga ketika bangun tidur, Hudzaifah Radhiallaahu anhu berkata: "Adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bilamana bangun malam, beliau menggosok giginya dengan siwak." (HR. Bukhari – Muslim)
Siwak dianjurkan pula pada setiap kesempatan, dikatakan kepada Aisyah x: "Dengan apa Nabi Shallallahu alaihi wasalam memulai bila beliau masuk rumahnya?" Aisyah berkata: "Dengan siwak" (HR. Muslim)
Begitu juga meskipun dalam keadaan shaum, Amir Ibn Rabi'ah, berkata: "Tidak terhitung saya melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersiwak dalam keadaan shaum." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi berkata: "Hadits ini Hasan").
Setiap hendak shalat disunnahkan menggosok gigi (bersiwak). Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda, artinya: "Seandainya saya tidak memberatkan umat saya, tentu saya menyuruh mereka bersiwak setiap hendak shalat." (HR. Bukhari Muslim)
Karena takut memberatkan, beliau tidak mewajibkannya, tapi hanya mensunnahkan saja, begitu juga setiap hendak wudhu, sebagaimana sabdanya, artinya: "Seandainya saya tidak membe-ratkan umat saya, tentu saya memerin-tahkan mereka bersiwak (pada setiap wudhu)." (HR. Ahmad, An-Nasai, Al-Bukhari Taliqon, dan di shahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
Begitu juga ketika bangun tidur, Hudzaifah Radhiallaahu anhu berkata: "Adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bilamana bangun malam, beliau menggosok giginya dengan siwak." (HR. Bukhari – Muslim)
Siwak dianjurkan pula pada setiap kesempatan, dikatakan kepada Aisyah x: "Dengan apa Nabi Shallallahu alaihi wasalam memulai bila beliau masuk rumahnya?" Aisyah berkata: "Dengan siwak" (HR. Muslim)
Begitu juga meskipun dalam keadaan shaum, Amir Ibn Rabi'ah, berkata: "Tidak terhitung saya melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersiwak dalam keadaan shaum." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi berkata: "Hadits ini Hasan").
- Beristinja
Beristinja (cebok) hukumnya wajib, bisa dengan air, batu atau benda lain yang dapat mensucikan, tapi air adalah yang paling utama Anas Ibn Malik berkata: "Adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam masuk jamban, maka saya bersama anak seusia saya membawa wadah berisi air dan tongkat lalu beliau beristinja dengan air." (Muttafaq 'Alaih)
- Memasukan air ke dalam hidung(istinsyaq) kemudian menyemburkannya (istintsar)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam jika berwudhu beliau beristinsyaq kemudian beristintsar. (HR. Bukhari Muslim)
Beliau juga berkata, artinya: "Jika seorang berwudhu, hendaklah dia mema-sukkan air kedalam hidungnya, kemudian menyemburkannya." (Muttafaq 'Alaih)
Bahkan orang yang sedang shaum pun dianjurkan untuk istinsyaq, hanya saja dilarang berlebihan, Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda, artinya: "Dan bermuballaghoh lah (berlebih-lebihanlah) dalam istinsyaq kecuali jika kamu shaum." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Maja, dll. Di sahihkan oleh Tirmidzi dan An-Nawawi)
Beliau juga berkata, artinya: "Jika seorang berwudhu, hendaklah dia mema-sukkan air kedalam hidungnya, kemudian menyemburkannya." (Muttafaq 'Alaih)
Bahkan orang yang sedang shaum pun dianjurkan untuk istinsyaq, hanya saja dilarang berlebihan, Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda, artinya: "Dan bermuballaghoh lah (berlebih-lebihanlah) dalam istinsyaq kecuali jika kamu shaum." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Maja, dll. Di sahihkan oleh Tirmidzi dan An-Nawawi)
- Kumur-kumur (madhmadhah)
Adalah memasukan air ke dalam mulut, lalu diputar-putar di dalam, kemudian disemburkan.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam jika berwudhu senantiasa kumur-kumur terlebih dahulu. (HR. Bukhari – Muslim)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda, artinya: "Jika kamu berwudhu, maka kumur-kumurlah." (HR. Abu Dawud dll, Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari: Isnadnya Shahih)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam jika berwudhu senantiasa kumur-kumur terlebih dahulu. (HR. Bukhari – Muslim)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda, artinya: "Jika kamu berwudhu, maka kumur-kumurlah." (HR. Abu Dawud dll, Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari: Isnadnya Shahih)
- Mencuci lipatan (sela) jari-jari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar