Sabtu, 04 Mei 2013

Asal-usul Perayaan Natal 25 Desember

mungkin banyak diantara kita yang tak mengetahui hakikat dari perayaan Natal itu sendiri. lalu bagaimanakah dengan waktu perayaan natal itu sendiri..?? apakah betul mempunyai dasar yang akurat? berikut sedikit penjelasan tentang asal-usul perayaan natal...
 
Perintah untuk merayakan peringatan Natal tidak ada dalam Injil, dan Yesus tidak pernah memberikan contoh atau pun memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya.

Perayaan Natal baru masuk dalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke-4 M. Dan peringatan ini pun berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Di mana kita ketahui bahwa abad ke-1 sampai abad ke-4 M, dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis politheisme.

Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katolik, mereka tidak mampu meninggalkan adat/budaya pagannya, apalagi terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun = matahari; day = hari), yaitu hari kelahiran Dewa Matahari, tanggal 25 Desember.

Maka supaya agama Katolik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat Romawi, diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya/penyembahan berhala), dengan cara menyatukan perayaan kelahiran Sun of God (Dewa Matahari) dengan kelahiran Son of God (Anak Tuhan = Yesus).

Maka pada konsili tahun 325, konstanin memutuskan dan menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Juga diputuskan: Pertama; Hari Minggu (Sunday = hari matahari) dijadikan pengganti hari Sabat yang menurut hitungan jatuh pada hari Sabtu. Kedua; Lambang Dewa Matahari, yaitu sinar yang bersilang, dijadikan lambang Kristen. Ketiga; Membuat patung-patung Yesus untuk menggantikan patung Dewa Matahari.

Sesudah Kaisar Konstantin memeluk agama Katolik pada abad ke-4 M, maka rakyat pun beramai-ramai ikut memeluk agama Katolik. Inilah prestasi gemilang hasil proses sinkretisme Kristen oleh Kaisar Konstantin dengan agama paganisme politheisme nenek moyang.

Demikian asal-usul Christmas atau Natal yang dilestarikan oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia sampai sekarang.

Darimana kepercayaan paganis poplitheisme mendapat ajaran tentang Dewa Matahari yang diperingati tanggal 25 Desember?

Mari kita telusuri melalui Injil maupun sejarah kepercayaan paganis yang dianut oleh bangsa Babilonia kuno di dalam kekuasaan Raja Nimrod (Namrud).

H.W. Armstrong dalam bukunya The Plain Truth about Christmas, Worldwide Church of God, California USA, 1994, menjelaskan, “Nimrod cucu Ham, anak Nabi Nuh adalah pendiri sistem kehidupan masyarakat Babilonia kuno. Nama Nimrod dalam bahasa Hebrew (Ibrani) berasal dari kata “marad” yang artinya: “Dia membangkang atau murtad, antara lain disebabkan oleh keberaniannya mengawini ibu kandungnya sendiri bernama “Semiramis”.

Namun usia Nimrod tidak sepanjang usia ibu sekaligus istrinya. Maka setelah Nimrod meninggal, Semiramis menyebarkan ajaran, bahwa roh Nimrod tetap hidup selamanya walaupun jasadnya telah mati. Maka dibuatlah olehnya perumpamaan pohon “Evergreen” yang tumbuh dari sebatang kayu mati.

Maka untuk memperingati kelahirannya, dinyatakanlah bahwa Nimrod selalu hadir di Evergreen dan meninggalkan bingkisan yang digantungkan di ranting-ranting pohon itu. Sedangkan kelahiran Nimrod dinyatakan tanggal 25 Desember. Inilah asal-usul pohon Natal.

Lebih lanjut, Semiramis dianggap sebagai “Ratu Langit” oleh rakyat Babilonia, kemudian Nimrod dipuja sebagai “Anak Suci dari Surga”.

Putaran jaman menyatakan bahwa penyembah berhala versi Babilonia ini berubah menjadi “Mesia palsu” berupa dewa “Ba-al” anak Dewa Matahari dengan obyek penyembahan “Ibu dan Anak” (Semiramis dan Nimrod ) yang lahir kembali.

Banyak dewa-dewa yang dimitoskan lahir pada tanggal 25 Desember, dilahirkan oleh gadis perawan (tanpa bapak), mengalami kematian (salib), dan dipercaya sebagai Juru Selamat (Penebus Dosa).

Konsep bahwa Tuhan dilahirkan seorang perawan pada tanggal 25 Desember, disalib/dibunuh kemudian dibangkitkan, sudah ada sejak zaman purba.

Konsep/dogma agama bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan bahwa Tuhan mempunyai tiga pribadi, dengan sangat mudahnya diterima oleh kalangan masyarakat Romawi, karena mereka telah memiliki konsep itu sebelumnya. Mereka tinggal mengubah nama-nama dewa menjadi Yesus. Maka dengan jujur Paulus mengakui, bahwa dogma-dogma tersebut adalah kebohongan yang sengaja dibuatnya. Kata paulus kepada jemaat di Roma, “Tetapi jika kebesaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaanNya,mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?” (Roma 3:7).

Sungguh perkataan yang benar-benar bodoh dari seorang tokoh agama, kalau tokoh agamanya saja demikian halnya dalam mengajarkan agamanya (ia berdusta), maka masih pantaskah ajaran tersebut disebut agama yang mulia dan suci serta dijamin kebenarannya..???red Bandingkanlah dengan ajaran Islam kita yang mulia dan suci, Rasulullah r bersabda, yang artinya : “Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka persiapkanlah tempat duduknya di dalam neraka” (Al-Hadits). Lalu bagaimana halnya kalau kita berdusta atas Nama Allah..???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar